AWET MUDA TANPA MEMILIKI ANAK, BENARKAH DEMIKIAN?
TEROPONG-MEDIA.COM | OPINI - Konsep “awet muda” itu sebenarnya salah kaprah. Secara natural, manusia itu pasti tambah tua, kecuali kamu tidur di dalam lemari es dengan suhu rendah (cryogenic sleep) untuk memperlambat metabolisme tubuh kamu. Betul metabolisme turun dan mungkin kamu bisa terlihat lebih muda di saat sebayamu menua, tapi kamu melewatkan momen-momen hidup yang seharusnya dinikmati secara wajar (film Interstellar menggambarkan trade off ini—bahwa awet muda tidak selalu membawa kebahagiaan).
Apakah beranak pinak membuat seseorang lebih cepat menua?
Saya melihat hal itu sebagai persepsi—-tergantung dari sudut pandang mana kita melihat konsep berkeluarga. Anak bisa menjadi beban, kalau kita melihatnya sebagai liabilitas dari sudut pandang ekonomi. Dihitung matematis: berapa biaya pendidikan, biaya pengasuhan sampai dewasa, ujung-ujungnya kita rugi karena kita memperlakukan anak sebagai “liabilitas” atau beban. Mungkin beban inilah yang membuat seseorang sering stress karena salah menyikapinya, lalu ujungnya menua. Jadi faktor stress-nya yang membuat seseorang menua, bukan faktor “punya anak” atau “tidak punya anak”. Tapi perhitungan detail tentang biaya sekolah atau biaya hidup adalah sesuatu yang wajar dan tidak ada salahnya dilakukan, bahkan penting dan patut direncanakan.
Sebaliknya, apakah seseorang yang tidak punya anak menyebabkan orang tersebut awet muda? Saya belum pernah membaca hasil risetnya. Semua yang disimpulkan dengan hubungan sebab akibat harus dibuktikan dengan eksperimen, tidak cukup hanya dengan observasi atau survei. Mengapa? Sebab korelasi bukan kausalitas. Contoh: di musim hujan, orang banyak membawa payung. Artinya, payung berkorelasi dengan cuaca. Kalau kita menyimpulkan dengan sudut padang sempit, kita bisa sampai pada kesimpulan bodoh bahwa payung menyebabkan turunnya hujan. Lakukan hal yang sama pada “punya anak” dan “tua”. Sudah tahu ‘kan jawabannya?
Di sisi lain, anak bisa menjadi penghilang beban, kalau kita melihat anak dari sudut pandang lain: penyambung keturunan, teman diskusi kala memasuki masa remaja, bahkan sampai ke sudut pandang yang “agamis”: investasi jariyah ketika kita meninggal. Dilihat dari sudut pandang ini, paling tidak kalaupun kita tetap menua, kita menua dengan membawa “investasi” terbesar dalam hidup.
Sekali lagi, penting sekali memiliki persepsi yang benar. Persepsi menimbulkan sikap, sikap menimbulkan aksi, aksi menimbulkan konsekuensi. Kadang kita hanya berpikir, kebebasan hidup sebatas pada persepsi sampai aksi—yang mana semuanya bersifat personal. Tapi kita tak pernah berpikir konsekuensi. Padahal setiap aksi yang kita pilih selalu ada konsekuensinya.
Bayangkan kalau semua orang memilih childfree. Ini pengandaian yang ekstrim, tapi tak apalah berandai-andai supaya kita berpikir. Negara Jepang sudah merasakan problem ini sejak lama karena masyarakat yang menua (aging society). Demografi yang tidak seimbang antara usia produktif dan usia lanjut usia menjadi masalah pelik dan diskusi utama di program-program pemerintah. Tahun 2022 kemarin bahkan menjadi tahun dengan tingkat kelahiran terendah di Jepang—sesuatu yang sangat mengkhawatirkan pemerintah Jepang.
Apa akibatnya? Ada kemungkinan, jumlah warga negara Jepang dan jumlah warga negara asing akan sama banyaknya (prediksinya akan terjadi antara tahun 2030-2040). Akibat yang lain, pajak semakin tinggi karena pemerintah membutuhkan biaya untuk mengelola negara, sementara penduduk lanjut usia yang membutuhkan bantuan negara makin banyak.
Bayangkan kalau kita hidup lama (sampai 100 tahun karena pakai botox yang katanya menahan tua), lalu kita malah jadi beban pemerintah dan angkatan kerja usia muda. Alih-alih bahagia, kita malah jadi beban untuk orang sekitar kita. Kita membuat orang lain jadi tidak bahagia, hanya karena kita terobsesi dengan kebahagiaan kita sendiri (yang mungkin semu).
Bagaimana titik ekstrim di ujung yang berlawanan? Saya juga tidak menyarankan untuk berkeluarga tanpa memikirkan biaya hidup atau biaya pendidikan anak. Sebuah kecerobohan besar kalau sampai pendidikan anak terabaikan karena kita tidak memiliki perencanaan keluarga yang baik.
Intinya: You are free to choose but you aren’t free to pick the consequence. Termasuk soal awet muda. Saya lebih suka menyebutnya awet tua, karena faktanya umur kita bertambah, bukan berkurang. Jumlah botox yang kamu pakai tidak akan mengurangi jumlah umurmu. Percaya deh.
Tabik, Jogja 9 Februari 2023
Oleh: Dr. Sunu Wibirama
- Teropong Media, Melihat Informasi Lebih Jelas -
Posting Komentar untuk "Awet Muda Tanpa Memiliki Anak, Benarkah Demikian?"