MENYIKAPI KASUS ORANG TUA TIDAK TERIMA ANAKNYA DITEGUR GURU
TEROPONG-MEDIA.COM | OPINI - Beberapa hari terakhir beredar di media sosial sebuah postingan guru berfoto memegang banner bertuliskan "Orang tua yang anaknya tidak mau ditegur guru di sekolah silahkan didik sendiri, bikin sekolah, rapor dan ijazah sendiri".
Banyak yang merespon positif atas aksi yang dilakukan sang guru, namun tak sedikit yang kontra dengannya. Saya melihat dari sudut pandang sang guru sebagai bentuk kekecewaan terhadap pendidikan di Indonesia.
Kenapa demikian?
Padahal kasus-kasus guru yang ter-diskriminatif oleh siswa sudah banyak terjadi di media sosial, namun sikap pemerintah dalam melihat kasus ini hanya diselesaikan secara musyawarah saja bahkan bersikap acuh tak acuh. Apakah musyawarah dapat menyelesaikan masalah? tentu tidak! masalah itu akan terulang kembali bahkan dengan kasus yang bervariasi.
Orang Tua Menjadi Salah Satu Penyebabnya
Orang tua menjadi salah satu penyebab sang anak berprilaku demikian. Tugas orang tua di rumah adalah mendidik anak menjadi seseorang yang bernilai (bermutu). Ia mesti mengajarkan anaknya bagaimana hidup bersosialisasi yang baik, bagaimana sikap kepada guru, bagaimana sikap kepada orang yang lebih tua dan lain sebagainya. Karena pendidikan karakter utama yang mesti didapatkan oleh sang anak yaitu dari orang tua, bukan dari orang lain.
Orang tua yang membuat karakter sang anak, namun sang guru hanya melanjutkannya. Jika dari awal sang anak sudah bersikap nakal, maka sudah sulit untuk dirubah kecuali dengan "tindakan tegas".
Orang tua juga mesti memiliki prinsip dalam mendidik, jangan asal-asalan, kasih tau segala sesuatu secara komprehensif. Beritahu kalau ini baik dan apa alasannya, beritahu kalau ini buruk dan apa alasannya. Agar ia mengetahui informasi secara jelas.
Namun ironisnya, saya melihat banyak kaum milenial yang menikah namun enggan mendidik anaknya. Kedua orang tuanya bekerja, anaknya dititipkan ke orang tua ataupun dengan baby sitternya. Pulang kerja langsung memegang gadgetnya masing-masing sampai jam tidur tiba. Siklus seperti ini terus berulang sampai sang anak mulai tumbuh dewasa.
Jika anak melakukan kesalahan, maka orang tua hanya bisa memarahinya tanpa mencari penyebab kenapa sang anak bisa demikian.
Sesibuk apapun dalam bekerja, luangkan waktu (quality time) dengan anak untuk mengobrol, sharing, tanyakan temannya siapa, hari ini ngapain aja dan lain-lain. Komunikasi dengan anak itu penting, karena anak pun butuh perhatian, kasih sayang, nasehat dan pendidikan dari orang tuanya. Terapkan smart parenting kepada sang anak agar menghasilkan "result" yang baik.
Orang tua juga mesti memahami bagaimana cara guru mengajar kepada muridnya. Sebuah pukulan dan tamparan kecil sang guru kepada murid bukan berarti "tindakan" menyakiti. Namun perbuatan itu suatu bentuk rasa kasih sayang dan pelajaran.
Sesekali anak mesti diberi tindakan tegas sebagai kosekuensi apa yang telah dilakukan, itu pun dengan catatan jika murid tersebut melakukan kesalahan yang fatal. Dengan begitu sang anak akan mengerti hukum sebab-akibat.
Orang tua juga mesti bersikap dewasa ketika sang anak diberi hukuman oleh guru di sekolahnya. Jangan dikit-dikit protes, lapor ke polisi, share di media sosial. Lihatlah hukuman guru dari kacamata "pendidikan karakter" bukan dari "perbuatan melawan hukum", rubahlah perspektif menjadi lebih positif, karena itu bagian dari edukasi.
Sekolah dan Pemerintah Mesti Bersinergi
Selain itu sekolah dan pemerintah memiliki peranan penting dalam mengatasi kasus-kasus bullying murid kepada guru di sekolah.
Sekolah membuat aturan hukum bagi siswa/siswinya yang melanggar tata tertib di sekolah, hal ini mesti disetujui dan ditanda tangani oleh orang tua. Jika dikemudian hari nanti orang tua protes karena perkara demikian, maka setidaknya sudah ada persetujuan secara tertulis dari orang tuanya.
Pemerintah juga turut andil dalam perlindungan hukum kepada guru-guru di Indonesia. Jika tidak, maka akan banyak guru di laporkan ke polisi karena hal sepeleh (red. tamparan kecil) dan akhirnya masuk ke jeruji tahanan.
Dengan kejadian-kejadian tersebut banyak dampak yang terjadi salah satunya guru-guru jadi tidak berani bertindak tegas kepada murid. Jika murid berbuat onar dan melunjak se-enaknya, guru hanya dapat melihat saja. Karena mereka takut dimasukkan ke bui oleh wali muridnya. Sudah menjadi guru honorer, gaji kecil, masuk bui lagi!
Kasus-kasus semacam ini mesti cepat ditanggapi oleh pemerintah. Karena ini berkaitan dengan profesi guru dan pertumbuhan anak yang kelak menjadi penerus bangsa.
Anak yang pintar dari guru yang hebat!
Ditulis oleh: Hendra, S
- Teropong Media, Melihat Informasi Lebih Jelas -
Posting Komentar untuk "Menyikapi Kasus Orang Tua Tidak Terima Anaknya Ditegur Guru"