BERSIKAP OBJEKTIF DALAM MEMILIH PEMIMPIN NEGERI
TEROPONG-MEDIA.COM | POLITIK - Pemilihan presiden dan wakil presiden serta legislatif periode 2024-2029 tinggal menghitung hari. Para kontestan telah mengakhiri masa kampanyenya pada, sabtu (10/02/24) kemarin.
Acara debat, adu gagasan dan visi misi telah dilaksanakan hingga 3 kali oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang dimulai pada 12 Desember 2023 - 4 Februari 2024.
Fungsi debat yang disiarkan secara live oleh KPU adalah agar masyarakat Indonesia bisa melihat visi misi, gagasan dan program apa saja yang ditawarkan oleh masing-masing paslon. Karena visi misi dan gagasan inilah yang akan menentukan pilihan rakyat dalam memilih pemimpin 5 tahun mendatang.
Debat pertama hingga terakhir menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat. Ada yang menyebut debat pada pilpres kali ini tidak berkualitas karena dianggap saling menyerang individual dan tidak fokus pada substansi tema yang telah dipilih. Akhirnya argumentasi-argumentasi yang dikeluarkan masing-masing paslon dianggap tidak berbobot dan tidak ada value-nya, ini terjadi pada paslon pertama, kedua dan ketiga.
Meskipun demikian, debat telah berakhir dan masyarakat Indonesia telah melihat secara umum visi misi yang diutarakan masing-masing paslon. maka disinilah masyarakat menentukan pilihannya!
Berbicara masalah pilpres, Saya netral dan tidak berpihak ke salah satu paslon, walaupun pada rabu mendatang saya akan nyoblos salah satu diantaranya. Prinsip saya, dalam memilih pemimpin itu mesti dilandasi dengan objektivitas dan rasionalitas serta tidak menjadi bagian dari "simpatisan", karena simpatisan akan memunculkan sudut pandang "subjektif" kepada paslon lain maupun paslon yang dipilihnya.
Dalam memilih mana calon pemimpin yang terbaik untuk periode selanjutnya sungguh sangat sulit, banyak pertimbangan yang perlu saya lakukan, terlebih lagi masing-masing calon memiliki background dan prestasinya masing-masing di jabata sebelumnya.
4 Hal Sebelum Memilih Pemimpin Negeri
Dalam memilih pemimpin, saya melihat 4 hal yang menjadi dasar acuan saya dalam menentukan pilihan, yakni sebagai berikut:
1. Track record
Track Record atau rekam jejak adalah informasi awal yang perlu diketahui. Karena capres dan cawapres akan terlihat kinerjanya jika menjadi presiden apabila jabatan sebelumnya telah dilaksanakan dengan baik.
Dalam melihat bagaimana track record masing-masing paslon, kita bisa mengetahuinya melalui data primer dan sekunder, seperti bertanya kepada masyarakat, melihat kinerjanya melalui situs, berita dan faktualnya di lapangan. Hal ini dibutuhkan objektivitas yang tinggi dan jangan salah survei, sebab salah survei saja bisa menyebabkan misleading (informasi yang meyesatkan).
Karena saat ini memasuki era digitalisasi, maka metode yang saya lakukan dalam menelusuri track record masing-masing paslon adalah dengan mengunjungi masing-masing akun media sosialnya, setelah itu medsos dinas terkait dan situs pemerintahannya. Karena biasanya pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan di publish pada akun-akun tersebut, jadi informasinya lebih akurat dan tidak terjadinya miss informasi.
Selain itu, saya juga menganalisis komentar-komentar akun netizen di masing-masing paslon dan dinas terkait di masa-masa sebelum pilpres. Karena disini kita bisa melihat tolak ukur kepuasan masyarakat dari kinerja masing-masing paslon saat menjabat sebelumnya, disitu kita bisa melihat rasio perbandingan kepuasan dan ketidakpuasan masyarakat berdasarkan program yang telah dijalankan.
2. Background
Setelah track record, saya akan melihat bagaimana background masing-masing profil. Background ini bisa dilihat dari kacamata pengalaman kerja, pendidikan, hobi dan catatan krimnal/ham (jika dimiliki).
Pekerjaan/jabatan sebelumnya sangat mempengaruhi saat ia memimpin negeri. Jika jabatan sebelumnya adalah seorang menteri kabinet atau seorang Gubernur disuatu wilayah, maka ini bisa jadi pertimbangan, karena sebelumnya ia telah mengemban tugas yang cukup berat dengan memegang area administrasi yang cukup luas. Namun jika tidak ada pengalaman sedikitpun dibangku pemerintahan, minimal ia mengerti ilmu politik, ini yang sangat ditolerir.
Saya lebih suka memilih pemimpin yang intelektual (berpendidikan tinggi), karena pemimpin yang intelektual dapat memberikan ide-ide yang kreatif (out of the box), selain itu ia tidak selalu mengandalkan arahan dari orang lain, artinya dia bisa membuat keputusan dalam suatu masalah, memiliki nalar rasional saat bertindak serta mempertimbangkan impact baik, buruk dan risikonya. Orang yang seperti ini memiliki analisis yang tinggi dan akan menghasilkan kebijakan yang adil dan merata, karena ia akan memperhatikan seluruh segmentasi dari hulu ke hilir.
Selain itu, hobi yang dimilikinya juga dapat melihat bagaimana karakternya. Contohnya seperti orang yang suka membaca buku. Maka ia adalah seorang akademis, berpengetahuan dan luas akan wawasan. ini akan berpengaruh dalam nalar berpikirnya serta sikap pribadinya, khususnya dalam memimpin dalam merencanakan, memecahkan dan merumuskan suatu gagasan ataupun masalah.
Catatan Kriminal dan Ham juga sangat penting. Sebab ini menentukan bagaimana sifat seseorang tersebut dan bagaimana karakternya dimasa lampau. Bisa saja sifat yang dulunya dapat terbawa pada arus dimana ia memimpin mendatang, ini sangat berbahaya. Seperti mantan napi pembunuh jadi presiden, kita tidak tau jika kedepannya akan ada implementasi kebijakan yang mengejamkan, why not? Begitupun mantan koruptor, bisa saja dikemudian hari nanti ada indikasi ia akan korupsi, why not?Jadi bagi saya, lebih baik memilih dari yang benar-benar bersih dari kasus apapun.
3. Karakteristik
Selanjutnya yaitu karakteristik. Karakter adalah kepribadian/sifat seseorang tersebut. Kenapa karakter mesti jadi perhatian bagi saya? karena karakter dapat mempengaruhi saat memimpin. Sebagai contoh,
Jika karakternya adalah pimpinan yang emosi maka saat menjabat bisa jadi mempengaruhi gaya memimpinnya. Contohnya dalam mengambil keputusan, kebijakan, pemecahan permasalahan dan lain sebagainya, apalagi keputusan tertinggi ada di kepala negara, bahkan penasehatnya pun tidak bisa berkutik jika presiden sudah mengambil keputusan.
Saya lebih suka karakter pemimpin yang aktif dan memiliki integritas yang tinggi saat memimpin serta tidak mudah diatur-atur oleh mereka yang memiliki "pangkat dan jabatan" apalagi dengan dalih "saya yang mendaftarkan anda loh!". Saya tidak ingin melihat ada Presiden yang di stir atau diatur-atur oleh ketua Partai, di sini seakan-akan menggambarkan presiden layaknya boneka yang dapat dikendalikan karena tidak menunjukkan marwah dan wibawanya.
Oleh sebab itu saya memilih pemimpin yang pintar dan berintegritas guna menghindari hal-hal diatas. Apalagi biasanya setiap partai memiliki kepentingan masing-masing, ini yang jadi problem utamanya, kita mesti tahu "partai apa yang mengusungnya".
4. Kapabilitas
Terakhir yaitu kapabilitas. Dalam memilih pemimpin tidak hanya kompetensi saja diperlukan, sebab kompetensi (ilmu) bisa dipelajari saat menjabat, Namun yang terpenting adalah kapabilitasnya sebagai seorang pemimpin.
Apa itu kapabilitas?
Kapabilitas adalah bentuk dari 'extremes of ability' yakni kemampuan lebih spesifik, dengan tingkat kemahiran yang lebih dari sekedar 'mampu'. Dalam konteks individu, kapabilitas dapat merujuk pada keterampilan teknis, keahlian interpersonal, kemampuan kepemimpinan, dan kemampuan adaptasi terhadap perubahan.
Bagaimana mengetahui seseorang tersebut memiliki kapabilitas?
Kita bisa melihat kapabilitas kandidat saat debat kemarin, yaitu saat menjawab pertanyaan dari KPU terkait tema yang dibahas, seperti dari jawaban, solusi dan cara berpikirnya. Jika jawabannya terkesan biasa-biasa saja dan formal, maka ia sebatas berkompetensi namun belum berkapabilitas. Apalagi masyarakat sampai berpikir "oh gitu aja jawabannya, nothing special".
Namun jika jawabannya itu diluar dari nalar kita berpikir, kreatif, out of the box dan mengatasi masalah tanpa masalah, ini baru bisa dikatakan "berkapabilitas".
Intinya pemimpin yang saat ada masalah bisa memecahkan masalahnya dengan tidak menambah masalah (tidak membuat gaduh rakyat dan terjadi pro dan kontra). Jika kontranya lebih banyak maka dipermasalahkan keputusan dan nalar berpikirnya. Oleh sebab itu pentingnya pemimpin yang memiliki integritas dan kapabilitas.
Kesimpulan
Bagaimanapun, setiap paslon memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Kita tidak bisa menjustifikasi paslon tertentu baik atau buruknya. Oleh sebab itu diperlukannya netralitas serta objektivitas dalam memilih kandidat yang di inginkan.
Jadi inilah cara saya dalam menentukan pilihan, bagaimana denganmu?
Semoga pemilu kali ini berakhir dengan suka cita dan yang terpilih dapat membawa bangsa ini semakin maju dan berjaya serta pemerataan (ekonomi, lapangan kerja, pendidikan dll) terjadi di seluruh daerah Indonesia.
Penulis: Hendra Setiawan
- Teropong Media, Melihat Informasi Lebih Jelas -
Posting Komentar untuk "Bersikap Objektif Dalam Memilih Pemimpin Negeri"