Pulang Tepat Waktu: Hak Karyawan yang Kerap Dianggap Kurang Loyal

PULANG TEPAT WAKTU: HAK KARYAWAN YANG KERAP DIANGGAP KURANG LOYAL

TEROPONG-MEDIA.COM | DUNIA KERJA - Bagi banyak pekerja, pulang tepat waktu atau yang sering disebut "tenggo" (tepat waktu, go) adalah salah satu hak dasar yang sering kali terasa sulit untuk dinikmati tanpa tekanan. Mungkin Anda pernah mengalami momen di mana Anda bersiap pulang setelah menyelesaikan semua pekerjaan, namun tiba-tiba merasa seolah diawasi oleh atasan atau senior. Tatapan mereka seakan bertanya, "Serius, sudah mau pulang?"
 
Hal ini dialami oleh banyak pekerja. Salah satu cerita yang ramai di kalangan LinkedIn, misalnya, datang dari seorang profesional yang bercerita tentang teguran dari atasannya hanya karena dia selalu pulang tenggo. Dalam curhatnya, ia mengatakan bahwa meski pekerjaan sudah selesai dan tak ada tugas tambahan, ia tetap dipanggil oleh bosnya. Teguran yang diterimanya adalah, "Kalau jam kerja udah habis, ya jangan langsung pulang. Ngobrol-ngobrol dulu, 10-15 menit biar lebih akrab."

Momen ini, bagi banyak orang, terdengar absurd. Apakah pulang tenggo menandakan kurangnya loyalitas? Apakah obrolan setelah jam kerja benar-benar diperlukan untuk menciptakan ikatan di tempat kerja? Bagaimana sebaiknya kita memandang fenomena ini?
Pulang Tenggo: Hak atau Salah?

Pulang tenggo sejatinya adalah hak setiap karyawan. Setelah delapan jam bekerja—banting tulang, pikiran, dan tenaga—wajar jika seseorang ingin pulang tepat waktu. Rumah sudah menanti sebagai zona aman, tempat istirahat untuk mengisi ulang energi yang habis sepanjang hari. Lalu, kenapa pulang tenggo sering kali dianggap negatif?

Dalam banyak budaya perusahaan, pulang tepat waktu kadang dipandang sebagai tanda kurangnya loyalitas atau semangat kerja. Sebagian atasan beranggapan bahwa karyawan yang pulang tenggo tidak memiliki dedikasi yang cukup, atau mereka dianggap kurang antusias terhadap pekerjaan dan perusahaan. Namun, persepsi ini bisa menjadi sumber stres yang tidak perlu bagi karyawan yang sudah bekerja keras sepanjang hari dan menyelesaikan tugas-tugasnya.

Budaya Overworking dan Mindset yang Salah

Sebagian besar atasan memiliki mindset bahwa pulang tenggo adalah tanda karyawan kurang cinta pada pekerjaannya. Mereka lebih menghargai karyawan yang rela tinggal lebih lama di kantor, meskipun pekerjaan sudah selesai. Bagi sebagian atasan, hal ini dianggap sebagai wujud dedikasi ekstra.

Namun, apakah bekerja lebih lama benar-benar meningkatkan produktivitas? Penelitian menunjukkan bahwa bekerja berlebihan justru bisa menurunkan efisiensi dan meningkatkan risiko burnout. Karyawan yang terus-menerus dipaksa untuk "nongkrong" setelah jam kerja resmi sering kali merasa terbebani, apalagi jika mereka sudah menyelesaikan pekerjaannya dengan efektif selama jam kerja.
Efek Pulang Tepat Waktu pada Produktivitas dan Kesehatan Mental

Pulang tenggo bukan berarti karyawan tersebut malas atau kurang berkontribusi. Sebaliknya, hal ini menunjukkan bahwa mereka tahu kapan harus berhenti dan memberikan tubuh serta pikiran mereka waktu untuk beristirahat. Dengan istirahat yang cukup, karyawan bisa kembali bekerja dengan lebih segar dan produktif keesokan harinya.

Di era di mana kesehatan mental semakin diperhatikan, menjaga keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi (work-life balance) menjadi sangat penting. Pulang tepat waktu adalah salah satu cara untuk menjaga keseimbangan tersebut. Karyawan yang merasa punya kendali atas waktu mereka, tanpa dipaksa untuk bekerja lembur tanpa alasan, akan lebih termotivasi dan bahagia di tempat kerja.
Solusi untuk Budaya Kantor yang Lebih Sehat

Daripada memaksa karyawan untuk tetap di kantor hanya demi kesan "sibuk" atau "berdedikasi", mengapa tidak menciptakan budaya yang lebih produktif dan efisien? Bayangkan jika semua karyawan menyelesaikan pekerjaan mereka tepat waktu dan pulang tenggo secara teratur. Hal ini bukan hanya akan meningkatkan efisiensi di kantor, tetapi juga menciptakan suasana kerja yang lebih positif dan bahagia.

Jika tujuannya adalah menciptakan bonding atau ikatan di antara rekan kerja, ada cara yang lebih baik daripada memaksa mereka untuk ngobrol setelah jam kerja. Perusahaan bisa mengadakan kegiatan khusus seperti "Friday Funtime" atau "Ngopi Ngaco" selama jam kerja untuk membangun hubungan antar karyawan. Aktivitas seperti ini lebih efektif dan tidak menambah beban di luar jam kerja.
Loyalitas Bukan Hanya untuk Perusahaan, Tapi Juga untuk Diri Sendiri

Karyawan yang sering dicap kurang loyal hanya karena mereka pulang tenggo perlu diingatkan bahwa loyalitas tidak hanya berlaku untuk perusahaan. Loyalitas juga berarti peduli pada kesejahteraan diri sendiri, termasuk menjaga kesehatan mental dan fisik. Pulang tepat waktu adalah bagian dari menjaga keseimbangan tersebut.

Jadi, bagi Anda yang sering merasa disudutkan karena pulang tepat waktu, ingatlah bahwa Anda tidak sendirian. Anda sudah bekerja dengan profesional, menyelesaikan tugas dengan baik, dan sekarang saatnya untuk memberi waktu bagi diri sendiri. Pulang tenggo bukan berarti Anda kurang peduli atau malas bekerja. Sebaliknya, hal ini menunjukkan bahwa Anda tahu kapan harus berhenti, agar bisa tetap produktif dan termotivasi keesokan harinya.

Pesan untuk Para Atasan

Bagi para atasan, penting untuk diingat bahwa ketika Anda merekrut seseorang, Anda hanya memiliki 8 jam per hari dan 5 hari per minggu dari hidup mereka. Anda tidak memiliki seluruh hidup mereka. Karena itu, manfaatkan waktu kerja tersebut dengan baik. Alih-alih menilai loyalitas karyawan berdasarkan jam kerja yang dihabiskan di kantor, fokuslah pada hasil dan kualitas pekerjaan mereka.

Dengan menciptakan budaya kerja yang sehat dan menghargai waktu pribadi karyawan, perusahaan akan lebih dihargai, dan karyawan akan lebih loyal karena mereka merasa diakui dan dihormati. Karena loyalitas sejati dibangun bukan dari paksaan, melainkan dari rasa saling menghargai dan kerja sama yang baik. 

(H/S)

Posting Komentar untuk "Pulang Tepat Waktu: Hak Karyawan yang Kerap Dianggap Kurang Loyal"