5 ALASAN 90 PERSEN BRAND OWNER SUSAH JUALAN
TEROPONG-MEDIA.COM | BISNIS - Dalam dunia bisnis, membangun brand yang kuat adalah langkah penting untuk memenangkan pasar. Namun, kenyataannya, 90% pemilik brand merasa kesulitan menjual produk mereka, bahkan setelah melakukan berbagai upaya branding. Mengapa hal ini terjadi? Berdasarkan pengamatan selama bertahun-tahun, ada beberapa kesalahan mendasar yang sering dilakukan pemilik brand baru. Artikel ini akan mengupas tuntas kesalahan-kesalahan tersebut dan memberikan wawasan untuk menghindarinya.
Pada tahap awal, fokus utama seharusnya adalah membangun brand awareness. Buatlah kampanye yang menarik dan informatif untuk membuat audiens penasaran dan tertarik mengenal brand Anda. Dengan pendekatan ini, calon pelanggan akan lebih terbuka untuk berinteraksi dengan produk atau layanan yang ditawarkan.
Misalnya, mulai dari kemasan produk hingga cara Anda berkomunikasi di media sosial, semuanya harus selaras untuk menciptakan pengalaman brand yang konsisten. Branding adalah proses membangun identitas, mirip seperti membesarkan manusia. Manusia yang konsisten, empati, dan memberikan nilai kepada lingkungannya lebih mungkin diingat dan dipercaya—begitu pula brand Anda.
Nike menciptakan hubungan emosional dengan pelanggannya, membuat mereka merasa seperti bagian dari komunitas atau bahkan seperti atlet yang mereka kagumi. Dengan strategi ini, Nike membangun brand yang sulit ditiru dan terus diminati. Sebagai pemilik brand, tanyakan pada diri Anda: transformasi apa yang produk Anda tawarkan?
Sebaliknya, brand yang memberikan nilai lebih—melalui kualitas, pengalaman pelanggan, atau cerita unik—cenderung lebih bertahan lama. Fokuslah pada menciptakan nilai yang mendalam dan unik yang sulit ditemukan di tempat lain.
Bagi brand baru, kolaborasi dengan influencer yang relevan atau mitra strategis dapat membantu membangun kepercayaan dan memperluas jangkauan audiens. Pastikan kolaborasi ini memiliki keselarasan dengan nilai dan misi brand Anda.
Membangun brand yang kuat memang bukan pekerjaan instan. Dibutuhkan strategi, empati, dan konsistensi untuk menciptakan identitas yang kokoh di mata pelanggan. Jika Anda bisa memberikan nilai transformasi yang relevan, peluang untuk memenangkan pasar akan jauh lebih besar. Jadi, sebelum melangkah lebih jauh, evaluasi kembali strategi branding Anda—mungkin, masalahnya bukan pada pasar atau kompetitor, tetapi pada cara Anda memandang dan mengelola brand.
1. Terlalu Fokus pada Hard Selling di Awal
Banyak pemilik brand berpikir bahwa strategi terbaik untuk meningkatkan penjualan adalah terus-menerus menawarkan produk secara langsung (hard selling). Namun, strategi ini sering kali kurang efektif, terutama di tahap awal ketika brand belum dikenal dan belum memiliki kepercayaan (trust) dari audiens. Secara psikologis, konsumen cenderung menolak pendekatan yang terlalu agresif, apalagi jika mereka merasa menjadi target penjualan.Pada tahap awal, fokus utama seharusnya adalah membangun brand awareness. Buatlah kampanye yang menarik dan informatif untuk membuat audiens penasaran dan tertarik mengenal brand Anda. Dengan pendekatan ini, calon pelanggan akan lebih terbuka untuk berinteraksi dengan produk atau layanan yang ditawarkan.
2. Kesalahan Persepsi tentang Branding
Kesalahan lain yang sering terjadi adalah pemilik brand mengira bahwa branding hanya sebatas memberikan nama dan mendesain logo. Padahal, branding jauh lebih kompleks. Branding mencakup perhatian terhadap detail dan konsistensi di setiap titik interaksi (touch points) dengan pelanggan.Misalnya, mulai dari kemasan produk hingga cara Anda berkomunikasi di media sosial, semuanya harus selaras untuk menciptakan pengalaman brand yang konsisten. Branding adalah proses membangun identitas, mirip seperti membesarkan manusia. Manusia yang konsisten, empati, dan memberikan nilai kepada lingkungannya lebih mungkin diingat dan dipercaya—begitu pula brand Anda.
3. Mengabaikan Empati dan Nilai Transformasi
Brand yang sukses tidak hanya menawarkan produk, tetapi juga memberikan nilai transformasi kepada pelanggan. Ini artinya, brand harus mampu membawa konsumen dari titik “A” ke titik “B” dalam hidup mereka. Misalnya, Nike tidak menjual sepatu semata, tetapi mereka menjual pengalaman kemenangan dan rasa percaya diri melalui kolaborasi dengan atlet-atlet hebat.Nike menciptakan hubungan emosional dengan pelanggannya, membuat mereka merasa seperti bagian dari komunitas atau bahkan seperti atlet yang mereka kagumi. Dengan strategi ini, Nike membangun brand yang sulit ditiru dan terus diminati. Sebagai pemilik brand, tanyakan pada diri Anda: transformasi apa yang produk Anda tawarkan?
4. Diskon dan Harga Murah Bukan Solusi Utama
Beberapa brand mencoba menarik perhatian pelanggan dengan memberikan diskon besar atau menawarkan harga murah. Strategi ini mungkin efektif dalam jangka pendek, tetapi tidak berkelanjutan. Brand yang hanya mengandalkan diskon sering kali diabaikan ketika kompetitor memberikan penawaran yang lebih murah.Sebaliknya, brand yang memberikan nilai lebih—melalui kualitas, pengalaman pelanggan, atau cerita unik—cenderung lebih bertahan lama. Fokuslah pada menciptakan nilai yang mendalam dan unik yang sulit ditemukan di tempat lain.
5. Kurangnya Strategi Kolaborasi
Kolaborasi adalah salah satu cara terbaik untuk memperkuat branding. Nike, misalnya, tidak hanya mengandalkan produk mereka, tetapi juga membangun strategi kolaborasi dengan tokoh-tokoh terkenal di industri olahraga. Ini menciptakan asosiasi yang kuat antara brand mereka dan kemenangan.Bagi brand baru, kolaborasi dengan influencer yang relevan atau mitra strategis dapat membantu membangun kepercayaan dan memperluas jangkauan audiens. Pastikan kolaborasi ini memiliki keselarasan dengan nilai dan misi brand Anda.
Fokus pada Nilai, Bukan Sekadar Produk
Brand yang sukses adalah brand yang mampu memberikan nilai lebih kepada pelanggannya, bukan sekadar menawarkan produk atau jasa. Hindari kesalahan umum seperti terlalu fokus pada hard selling, mengabaikan konsistensi branding, atau hanya mengejar penjualan jangka pendek. Sebaliknya, fokuslah pada membangun hubungan emosional dengan pelanggan dan memberikan solusi nyata bagi kebutuhan mereka.Membangun brand yang kuat memang bukan pekerjaan instan. Dibutuhkan strategi, empati, dan konsistensi untuk menciptakan identitas yang kokoh di mata pelanggan. Jika Anda bisa memberikan nilai transformasi yang relevan, peluang untuk memenangkan pasar akan jauh lebih besar. Jadi, sebelum melangkah lebih jauh, evaluasi kembali strategi branding Anda—mungkin, masalahnya bukan pada pasar atau kompetitor, tetapi pada cara Anda memandang dan mengelola brand.
(H/S)
Posting Komentar untuk "5 Alasan 90 Persen Brand Owner Susah Jualan"